Dari pagi hingga petang, siaran televisi hanya berisi amarah yang membahana. Opini masyarakat dari jaringan telepon diungkapkan dengan nada gusar dan terlihat sangat marah. Sejak pagi berita-berita yang ditampilkan berisi tentang amarah massa terhadap perilaku pemerintahnya. Belum lagi terlihat juga amarah pemerintah terhadap sesamanya. Seakan menjadi agenda wajib dalam proses setiap kegiatan.
Itu baru berita, jika berita telah usai berganti sinetron dan reality show menghiasi magic box tiap rumah di seluruh Indonesia. Adegan-adegan yang diperlihatkan hanya berisi amarah dan praduga yang dibuat-buat. Seolah marah adalah sesuatu yang pantas untuk diperlihatkan kepada khalayak umum. Memang marah adalah sebuah keadaan yang timbul karena sesuatu yang mempengaruhi kondisi psikologis. Tetapi terlihat jelas, saat adegan marah, tim produksi atau kreatif tampak melebih-lebihkan dengan latar belakang musik ataupun raut muka yang sangat mencerminkan kepalsuan. Semua menjadi pertontonan yang memiliki nilai jual, akhirnya masyarakat melihatnya sebagai hal yang wajar dan pantas untuk dilakukan.